Kisah tentang Kaum Keturunan Belanda

Komunitas de Indo Club Soerabaya (ICS)
Sumber :
  • SP/Yopi Widodo

SURABAYA POST - Sebuah restoran di Jalan Musi, Minggu (16/5) siang itu tampak ramai. Sekumpulan orang dengan rambut memutih dan kulit mulai berkerut riuh ngobrol dengan bahasa Belanda. Mereka saling bercanda dan berpelukan seakan lama tak pernah bersua.

Sambil berbagi kabar dan melepas tawa, lima puluh delapan orang itu tak jarang berfoto bersama. Tapi jangan salah, meski mereka fasih berbahasa Belanda mereka hanyalah para Indo-Belanda. Bukan Belanda asli. Mereka keturunan Belanda yang tinggal dan sebagian besar lahir di Surabaya.

Mereka tergabung dalam komunitas bernama de Indo Club Soerabaya (ICS) yang sedang menggelar acara temu kangen antar anggotanya.

ICS sendiri merupakan perkumpulan orang-orang Indo-Belanda yang masih tersisa di kawasan sekitar Surabaya. Rata-rata mereka generasi kedua dari pasangan Indonesia-Belanda.

Walau usia tak lagi muda, semangat dan kebersamaan mereka tetap terjaga. Untuk memupuk tali silaturahim itulah, mereka berusaha bertemu minimal setiap tiga bulan sekali. Karena banyak anggota yang saat ini berdomisili di Belanda, setiap kali ada pertemuan suasana gayeng. Ditemani alunan musik, di sela waktu bercengkerama, mereka selalu bernyanyi dan berdansa.

Eddy Samson, Ketua ICS mengatakan komunitas ini bertujuan untuk mengumpulkan orang-orang Indo-Belanda yang masih tersisa di sekitar Surabaya. “Orang Indo-Belanda yang tersisa merupakan bagian dari saksi sejarah,” kata pria berusia tujuh puluh enam tahun ini.

Karena masih tergolong generasi kedua yang lahir pada masa sebelum kemerdekaan, usia anggota ini rata-rata cukup lanjut. “Yaitu mulai 50 tahun hingga 90 tahun. Darah Belanda itu biasanya didapat dari ibu atau ayah mereka," terang tokoh yang berjasa menghidupkan beberapa cagar budaya di Surabaya ini.

ICS  sendiri berdiri sejak 13 Mei 2006. Awalnya Eddy bertemu dengan beberapa teman seusianya. Kemudian mereka berkumpul dan akhirnya membentuk de Indo Club Soerabaya untuk memupuk persahabatan warga Indo-Belanda di Surabaya.

“Lalu dari mulut ke mulut mereka mengenalkan keberadaan komunitas ini,” tambah Ian Ferdinandus, Sekretaris ICS.

Hingga kini jumlah anggota ICS sudah mencapai 275 orang, walaupun yang benar-benar aktif hanya separonya.

Berdasarkan kriteria garis keturunan dan usia, ICS terus mencari siap-siapa yang kira-kira tergolong Indo-Belanda. Terlihat sepele, namun awalnya pengurus tak mudah memeroleh sejumlah nama mereka yang tergolong Indo-Belanda. Beberapa sudah tercatat sebagai anggota kelab Indo-Belanda yang dibentuk yayasan di luar negeri. Seperti Halin (Hulp an Landgenoten In Indonesie), Mel Fraanje (MF), De Indo, Bambu dan Habini (Hulp aan Behoeften in Indonesie). Tapi jumlahnya terbatas sekali. Namun perjuangan untuk mencari keturunan Indo-Belanda tak pernah surut.

“Kami ini bisa dibilang the latest generation,” ujar Marcus Dirgo de Seriere, Wakil Ketua ICS.

Dijelaskan kakek dua cucu ini, komunitas ini tidak memandang perbedaan agama, suku, usia maupun ras. “Siapa saja boleh ikut, asal punya hubungan darah dengan Belanda. Kalau ada yang tahu siapa saja yang masih berdarah Belanda, bisa kami catat untuk menjadi anggota ICS, ” tambah pria dengan usia 68 tahun ini.

Karena punya ikatan darah dengan negeri Kincir Angin, setiap anggota praktis  bisa berbahasa Belanda dengan fasih alias hollands spreken. Apalagi banyak di antara mereka dulu sempat mengenyam pendidikan sekolah yang  menggunakan pengantar sehari-hari bahasa Belanda.

Meski ICS terbentuk oleh mayoritas Indo di Surabaya, anggotanya juga datang dari Gresik, Pasuruan, dan beberapa daerah di Jawa Barat. Karena kesulitan mengumpulkan para Indo-Belanda, pengurus tak menargetkan jumlah anggota. Sambil berjalan, ICS akan terus menelusuri sejumlah Indo-Belanda tak hanya di Surabaya, tapi juga di kota lain.

Salah satu anggota de Indo Club Soerabaya, John Ramshy Muller (72) menceritakan setiap ada pertemuan dia selalu nostalgia membicarakan masa lalu. “Selalu ada hal menarik untuk diceritakan dari masa muda dulu. Kala mengingatnya semua begitu indah, rasanya senang,” katanya.

Pada pertemuan kali ini mereka menyambut salah satu anggota mereka yang datang dari Belanda. Orang tersebut adalah Ed Brodie. Pria asal Surabaya itu dengan semangat menceritakan kerinduannya dengan Surabaya. Sebab sejak 1964 Ed Brodie memang pindah ke Belanda. Pria yang gemar bermain musik ini datang bersama istrinya, Inge.

“Dengan bertemu teman-teman di Surabaya, saya bisa mengenang kembali masa muda saya dulu. Meski sekarang tinggal di Belanda, saya selalu ingat Surabaya. Meski jauh, saya rela datang,” kata kakek empat cucu.

Sebelum ICS berdiri, sebenarnya sudah banyak kelab Indo-Belanda di Indonesia, termasuk di Surabaya. Bedanya, ICS adalah kelab pertama yang difasilitasi oleh warga negara Indonesia . Sedangkan kumpulan Indo lain seperti Halin, Habini, Bambu, dan De Indo atau Mel Fraanje (MF), selalu difasilitasi dan dananya didukung kelab Indo dari luar negeri.

Oleh : Yopi Widodo

Menakar Peluang Timnas Indonesia Lolos ke Piala Dunia 2026, Ada Berapa Tahap Lagi?
Pihak Rusia keluarkan potret pelaku ISIS terorisme di Moskow

Marah Anggotanya Disiksa, ISIS Rilis Video Ancam Bunuh Presiden Putin: Berhenti Siksa Anggota Kami!

Kelompok teroris ISIS baru saja telah merilis sebuah video teror yang mengancam Rusia dan Presiden Vladimir Putin karena menyiksa para anggotanya saat berada di dalam tah

img_title
VIVA.co.id
29 Maret 2024