"Bikin Resah? Pesantren Tak Resah dengan FPI"

Juru Bicara FPI, Munarman
Sumber :
  • Facebook Munarman

VIVAnews - Ketua Nahi Mungkar, Front Pembela Islam (FPI), Munarman mengaku bingung dengan wacana revisi Undang-undang Organisasi Masyarakat oleh Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

"Saya bingung, mana yang tidak sesuai?" kata Munarman, ketika dihubungi VIVAnews, Senin 30 Agustus 2010 malam.

Munarman menilai, hanya ada satu hal yang seharusnya disesuaikan dalam Undang-undang nomor 8 tahun 1985 itu. "Soal asas tunggal, itu seharusnya menyesuaikan undang-undang partai politik," ujarnya.

Sementara yang lainnya, kata Munarman, masih dinilai bagus dan tidak memerlukan revisi.

Selanjutnya, apabila revisi tersebut dikaitkan dengan pembubaran ormas, Munarman menilai hal tersebut terlalu berlebihan. Pembubaran ormas dalam undang-undang tersebut hanya bisa disebabkan tiga hal.

PKS Hormati Putusan MK: Selamat Bertugas Prabowo-Gibran

"Pertama mengganggu kantibmas, kedua menerima dana asing, dan memberi bantuan asing," ujarnya.

Munarman juga enggan apabila revisi undang-undang tersebut dikaitkan dengan anggapan, kehadiran ormas dinilai meresahkan masyarakat.

"Masyarakat resah bagaimana? Yang resah itu orang mabuk, koruptor. Kalau orang pesantren tidak resah dengan FPI," kata dia

Selain FPI, Forum Betawi Rempug (FBR) juga menolak tegas revisi UU Ormas. Karena dianggap tidak jelas organisasi kemasyarakatan mana dan bagian mana yang perlu direvisi.

"Revisi bagaimana, di tanah kita sendiri kok kita diatur," kata Pengurus FBR Junaedi.

Sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat juga mendesak negara untuk bersikap dan bertindak tegas terhadap organisasi kemasyarakatan (ormas) anarkis yang mengganggu ketertiban umum.

Hal itu tertuang dalam kesimpulan Rapat Gabungan antara jajaran menteri Menkopolhukam dengan Komisi II, III, dan VIII DPR. Dengan adanya revisi diharapkan ada langkah-langkah yang lebih konkret untuk mengelola keberadaan ormas. (umi)

Beli Sepatu Bola Rp 10 Juta, Kena Pajak Rp 31 Juta

Viral Beli Sepatu Bola Rp10 Juta, Kena Pajak Rp31 Juta, Ini Kata Bea Cukai

Bea Cukai mengatakan bahwa pengenaan pajak Rp 31,8 juta tersebut merupakan sanksi ketidaksesuaian Cost, Insurance and Freight (CIF) atau total nilai harga barang ditambah

img_title
VIVA.co.id
23 April 2024