Kejanggalan Vonis Gubenur Agusrin Versi ICW

Aktivis ICW, Tama Satrya Langkun
Sumber :

VIVAnews - Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 24 Mei, memvonis bebas Gubernur Nonaktif Bengkulu, Agusrin Najamudin dalam kasus dugaan korupsi dana bagi hasil  Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang merugikan negara hingga Rp21,3 miliar.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama Satrya Langkun mengatakan, jika ditelisik lebih jauh, proses hukum Agusrin benar-benar menemui jalan berliku. Proses hukum pada awalnya tersendat karena lamanya izin presiden untuk pemeriksaan. "Praktis, vonis bebas ini semakin menunjukkan lenyapnya komitmen dari pemerintah dan penegak hukum dalam memberantas korupsi," kata dia di Jakarta, 5 Juni 2011.

Menurut dia, vonis ini benar-benar mencabik-cabik rasa keadilan bagi publik. Hakim seolah mengabaikan fakta-fakta hukum yang disajikan oleh Jaksa Penuntut Umum di dalam persidangan. "Di titik ini publik sesungguhnya menaruh curiga atas vonis bebas Agusrin itu," katanya.

ICW sudah menelusuri dan mengkaji kasus ini. Menuru lembaga itu  setidaknya ada 12 kejanggalan dalam penanganan perkara ini.

9 Menu Buka Puasa Unik dari Berbagai Negara, Bikin Ngiler dan Penasaran!

1. Putusan terdahulu An. Chairudin (Kepala Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Bengkulu) di Pengadilan Negeri Bengkulu tentang keterlibatan Gubernur dan kerja sama membuka rekening khusus di Bank BRI Bengkulu tidak dijadikan pertimbangan oleh Hakim. Padahal perbuatan Agusrin dan Chairudin diyakini secara bersama-sama melawan hukum dan bersama-sama telah merugikan keuangan negara.

2. Keterangan ahli BPK dan BPKP dalam hal perhitungan kerugian negara sama sekali tidak dijadikan pertimbangan oleh hakim. Padahal, sesuai hasil perhitungan BPK No 65/S/I-XV/07/2007 tanggal 30 Juli 2007, menunjukkan adanya kerugian negara Rp20 miliar.

3. Saksi-saksi yang memberatkan terdakwa seringkali dicecar oleh hakim.

4. Terdakwa Gubernur Bengkulu melakukan pengerahan masa dalam proses persidangan.

5. Bukti Surat Asli No: 900/2228/DPD.I tanggal 22 Maret 2006, yang ditandatangani Agusrin tidak menjadi pertimbangan hakim. Justru tanda tangan Agusrin yang discan Chairuddin dijadikan dasar oleh hakim untuk membebaskan terdakwa dari dakwaan JPU. Hakim beralasan bahwa surat Agusrin dipalsukan, padahal JPU dapat menunjukkan surat asli yang ditanda-tangani terdakwa.

6. Bukti surat asli yang ditandatangani Penuntut umum sering dipotong oleh Hakim “S” pada saat melakukan upaya pembuktian, hakim “S” terkesan marah dan memotong penjelasan jaksa penuntut dengan suara keras. Penuntut umum pernah mengajukan protes kepada majelis hakim terkait hal ini.

7. Bukti foto tumpukan uang yang diterima ajudan gubernur tidak diperhitungkan oleh hakim. Foto itu diambil oleh Chairuddin yang menunjukkan bahwa ajudan Agusrin,  menerima uang dari yang bersangkutan di Bank BRI Kramat Raya.

8. Adanya bukti dana penyertaan modal dari Bengkulu Mandiri (BUMD) kepada perusahaan swasta yang kemudian dikembalikan ke Kas Daerah sebagai bentuk pengembalian kerugian negara. Padahal ada bukti yang menunjukan bahwa mereka bermufakat untuk menarik uang sebesar Rp9,18 miliar (Rp2 miliar untuk membangun pabrik CPO PT SBM, dan sisanya Rp7,18 miliar untuk kepentingan pribadi terdakwa).  Dana penyertaan modal itu bersumber dari rekening Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

9. Bahwa terdakwa menyetujui modus menutupi temuan penyimpangan BPK sebesar Rp 21,3 M dengan cara melakukan investasi saham melalui PT Bengkulu Mandiri kepada PT SBM dan PT BBN. Persetujuan itu diambil dalam rapat yang dipimpin terdakwa di Gedung Daerah pada tanggal 6 Mei 2007.

10. Terdakwa melakukan proses pengembalian dana secara fiktif pascatemuan penyimpangan BPK terhadap dana bagi hasil PBB/BPHTB. Modusnya, membuat bukti pertanggungjawaban seolah-olah  ada pembelian steam boiler seharga Rp4,5 miliar.

11. Pengadilan Negeri belum menyerahkan putusan kepada penuntut umum, sehingga penuntut umum kesulitan membuat memori kasasi.

12. Tertangkap tangannya hakim “S” dalam dugaan suap perkara pailit PT Sky Camping Indonesia, menguatkan kecurigaan adanya praktek mafia hukum dalam kasus Agusrin.

Atas kejanggalan proses hukum ini, ICW mendesak jaksa penuntut umum mengajukan kasasi atas vonis bebas Gubernur Agusrin. Selain itu, ICW juga meminta Mahkamah Agung sebagai puncak kekuasaan kehakiman harus bebas dari intervensi kelompok-kelompok tertentu. "Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga harus menelusuri kemungkinan praktek mafia hukum di balik kasus ini," katanya.

Bantahan Kubu Agusrin

KPK: Sahroni Sudah Kembalikan Aliran Dana Rp 40 Juta dari SYL yang Mengalir ke Nasdem

Dugaan ICW itu dibantah keras pihak Agusrin. Salah seorang kuasa hukum Agusrin, Moses Grafi, menegaskan bahwa kliennya sama sekali tidak melakukan apa yang dituduhkan oleh jaksa. Itu sebabnya para hakim memberi vonis bebas.

Moses juga menegaskan bahwa kasus ini dibawa ke pengadilan tanpa alat bukti.  "Klien kami bebas karena tidak ada alat bukti yang menunjukkan Pak Agusrin terlibat dalam penyalahgunaan dana PBB/BPHTB," kata Moses Grafi.

Nikah Beda Agama, 5 Artis Ini Jalankan Puasa Ramadhan Tanpa Pasangan
Evakuasi jasad NA istri yang dibunuh oleh suaminya.

Cekcok Hebat dan Bergumul di Kamar, Suami Sadis Ini Tega Bunuh Istri Pakai Obeng

Menurut saksi, suami dan istri itu sempat bertengkar hebat di kamar. Ada luka tusukan di bagian kepala korban.

img_title
VIVA.co.id
29 Maret 2024