Sjafruddin Pahlawan, PRRI Bukan Pemberontak?

Sjafruddin Prawiranegara
Sumber :
  • Wikipedia

VIVAnews - Gelar Pahlawan Nasional untuk Sjafruddin Prawiranegara membuka lagi luka lama yang dialami pengikut Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Selain pernah menjadi Ketua Pemerintahan Darurat Republik Indonesia, Sjafruddin juga dikenal sebagai Perdana Menteri PRRI.

MUI Harap Idul Fitri 1 Syawal 1445 H Jadi Momentum Rekonsiliasi Nasional

Menurut Akmal Nasery Basral, penulis buku "Presiden Prawiranegara", keterlibatan Sjafruddin di PRRI ini yang membuat peran vitalnya dalam sejarah Republik saat memimpin PDRI seolah dilupakan. Sjafruddin bahkan dipenjarakan Orde Lama karena keterlibatan dalam gerakan yang oleh Soekarno dituduh sebagai pemberontakan itu.

"Kemudian di masa Orde Baru, Pak Sjaf kembali tak disukai karena ikut Petisi 50," kata Akmal saat berbincang dengan VIVAnews, Selasa 8 November 2011 lalu. Akibatnya, selama dua rejim itu memerintah, Sjafruddin hanya menjadi 'figuran' dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Setelah 5 Tahun DAY6 Balik Lagi ke Jakarta Ikut Saranghaeyo Indonesia 2024

Padahal, kata Akmal, Sjafruddin justru orang yang berhasil mempertahankan kesinambungan Republik Indonesia. Saat Presiden dan Wakil Presiden Soekarno dan Hatta ditangkap Belanda, Sjaf yang kemudian melanjutkan roda pemerintahan dengan mendirikan PDRI di pedalaman Sumatera pada 22 Desember 1948.

Akmal menyatakan, meski terkesan sepihak, belakangan diketahui pada hari Soekarno dan Hatta ditangkap, 19 Desember 1948, keduanya telah membuat telegram penyerahan mandat kepada Sjafruddin Prawiranegara yang merupakan salah satu menteri untuk meneruskan pimpinan pemerintahan. Telegram ini tak sampai karena Sjafruddin berada di pelosok.

Istana Bakal Sambut Mantan Presiden hingga Pejabat Jika Hadiri Open House Jokowi

"Ada dua telegram yang dibuat. Selain untuk Sjafruddin, juga untuk AA Maramis yang sedang berada di New Delhi. Untuk Maramis, isinya, jika Sjafruddin tak bisa melanjutkan kepemimpinan, maka Maramis harus menyusun pemerintahan in exile Republik Indonesia di India," kata Akmal yang juga pernah jadi jurnalis di Majalah Tempo ini.

Total, Sjafruddin menjadi Presiden darurat ini selama 207 hari. "Hatta dalam memoarnya juga mengakui bahwa Sjafruddin sebagai Presiden Pemerintahan Darurat," kata Akmal.

Meski tak eksplisit menyatakan Sjafruddin sebagai Presiden kedua Indonesia setelah Soekarno, Akmal menilai tindakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan gelar Pahlawan Nasional sebuah langkah awal yang positif. Selain membuka pintu pengakuan Sjafruddin sebagai Presiden kedua, gelar itu juga berimplikasi pada gerakan PRRI.

"Bahwa keterlibatan dalam PRRI bukanlah pemberontakan," kata Akmal. Apalagi, kata Akmal, dokumen-dokumen sejarah membuktikan PRRI tetap menggunakan nama Republik Indonesia, lagu kebangsaan Indonesia Raya. "Jadi ini bukan pemberontakan, tapi pembangkangan saja."

Pahlawan Bukan Pemberontak

Sementara itu, Menteri Sosial Salim Segaf Al Djufrie menyatakan, pemerintah tidak mengurusi soal klaim "Presiden kedua" itu. Salim hanya menegaskan, gelar Pahlawan Nasional jelas merupakan pengakuan keterlibatan di PRRI bukanlah pemberontakan.

"Tidak mungkin pemberontak jadi pahlawan nasional, tidak mungkin. Timnya juga sangat kritis mereka membahas berbulan-bulan sampai final. Tidak mungkin yang diberi gelar itu tidak berjasa bagi negeri ini," kata Salim.

Bekas pengikut PRRI sendiri merespons positif gelar Pahlawan Nasional ini. Menurut Akmal H Jacoeb (75 tahun), mantan staf Ketua Dewan Perjuangan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) Achmad Husein, tidak ada alasan untuk mengatakan apa yang dilakukan PRRI semasa Sjafruddin sebagai tindakan makar. Kondisi ini, ujarnya, murni dari kekeliruan pemerintah pusat dalam mengartikan hubungan antara pusat dan daerah. (eh)


Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya