Jimly Asshiddiqie

Mengaudit Pemekaran Daerah

VIVAnews - Selasa 3 Februari 2009 pukul 10.33 WIB, rapat paripurna dengan agenda pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Pengelolaan Keuangan Daerah, baru saja dibuka oleh Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Sumatera Utara, Abdul Aziz Angkat.

Tiba-tiba massa menerobos masuk. Aziz sontak menghentikan rapat. Massa yang emosi lantas melempari seisi ruangan dewan yang terhormat, dengan apa saja. Botol-botol minuman, serpihan kayu, kaca, bahkan kursi-kursi berterbangan.

Petugas keamanan seakan tanpa daya. Mereka tak berhasil mengungsikan Aziz. Cacian, lemparan, bahkan pukulan harus diterima politisi Golkar itu. Aziz, yang punya riwayat sakit jantung, akhirnya pingsan. Dalam perjalanan ke rumah sakit, Aziz menghembuskan nafas terakhir.



Pendapat saya, terlepas ada atau tidaknya insiden meninggalnya Ketua DPRD Sumatera Utara, Abdul Aziz Angkat, perkembangan pemekaran daerah sudah terlalu berlebihan. Jumlah kabupaten/kota dan provinsi terlalu banyak, total kira-kira 520 buah. Sudah terlalu banyak.

Apalagi, sampai saat ini belum pernah ada evaluasi apakah pemekaran wilayah sudah dilakukan secara tertib atau tidak, berhasil atau tidak. Sekali lagi terlepas dari insiden itu, moratorium (penghentian pemekaran) harus dilakukan sampai ada data yang tepat, mengenai berapa, di mana, dan efektif tidaknya hasil pemekaran selama ini. Saya sendiri mendukung ide adanya moratorium.

Problematika pemekaran daerah sebenarnya sudah disampaikan Presiden Yudhoyono dalam pidatonya di depan Dewan Perwakilan Rakyat  pada 15 Agustus 2008. Namun, kita sendiri yang tidak konsisten.

Pemerintah mengeluhkan masalah pemekaran tapi ada juga rancangan Undang-Undang Pemekaran Daerah yang dibahas. Bahkan diterima. Harus ada sikap yang jelas mengenai kebijakan pemekaran daerah.



Insiden tewasnya Ketua DPRD Sumatera Utara sudah terlanjur terjadi. Insiden itu, langsung atau tak langsung, terjadi karena aspirasi pemekaran. Pemekaran sudah memakan korban, demonstran telah melakukan tindak kekerasan. Itu merupakan kejahatan yang tidak dibenarkan.

Prinsip keadilan harus ditegakkan. Orang yang telah melakukan kesalahan, tidak boleh menikmati hasil dari kejahatan yang dilakukan. Kalau pemekaran diteruskan, berarti dia dianggap berhasil dengan caranya. Lantas, dia juga bisa menikmati hasil kejahatannya.

Menurut saya, pemekaran Sumatera Utara, termasuk pembentukan Provinsi Tapanuli, harus distop. Mereka tidak boleh diberi kesempatan menikmati hasil kekerasan yang dilakukan. Apalagi, sampai menimbulkan meninggalnya Ketua DPRD.

Kalau meneruskan ide pembentukan Provinsi Tapanuli, itu berarti membenarkan cara-cara memperjuangkan aspirasi dengan melawan hukum. Cara-cara dengan kekerasan, menekan institusi dewan, niscaya akan ditiru dan jadi pola.



Atas insiden ini, semua pihak harus dimintai pertanggungjawaban. Tak terkecuali aparat keamanan yang lalai.

Saya mengapresiasi langkah Kepala Kepolisian RI, Jenderal Bambang Hendarso Danuri mencopot Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara, Inspektur Jenderal Nanan Sukarna dan Kepala Kepolisian Kota Besar Medan, Komisaris Besar Aton Suhartono. Namun itu baru satu langkah.

Harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut kepada pihak-pihak yang berdemo maupun orang-orang yang terbukti melakukan tindakan kekerasan. Bahkan, supaya masyarakat bisa memetik pelajaran dari insiden ini, tokoh-tokoh penggerak ide pemekaran Provinsi Tapanuli, harus dimintai pertanggungjawaban. Mereka memang belum tentu salah, tapi harus tetap dimintai pertanggungjawaban.

Jadi, pertanggungjawaban harus mencakup pihak aparat, oknum pelaku kekerasan, aktor intelektual, demonstran, dan tokoh-tokoh penggagas dan pengorganisasi aspirasi pemekaran. Kita mesti tegas, jangan mencla-mencle.

Ada pihak yang berpendapat, pisahkan antara aspirasi dengan tindakan kekerasan yang terjadi dalam insiden Sumatera Utara. Buat saya, tidak begitu.
Kalau argumentasi mereka insiden kekerasan tidak ada kaitannya dengan penyampaian aspirasi pemekaran, buktikan saja di pengadilan. Persidangan yang akan menentukan benarkan itu tak ada kaitannya. Negara, sekali lagi, harus tegas.



Ada yang mengatakan insiden tewasnya Ketua DPRD Sumatera Utara  tak bisa dijadikan alasan untuk menghentikan  pemekaran daerah. Alasannya, ada daerah pemekaran yang sukses seperti Gorontalo.

Pendapat saya, hal itu tidak bisa digeneralisasi. Jangan mencari-cari alasan. Masalah pemekaran dengan keberhasilan Gorontalo lain konteks.

Alasan itu tak memberi pembenaran bahwa pemekaran Sumatera Utara dibenarkan.

Ada lagi yang berkomentar, negara jangan emosi. Saya tegaskan, ini bukan karena emosi. Sudah saatnya pemekaran daerah diaudit.

Disarikan dari wawancara Jimly Asshiddiqie, Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia. Pernah menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi, saat ini menjabat sebagai Ketua Dewan Kehormatan Komisi Pemilihan Umum

SIM Mati Bisa Diperpanjang, Tidak Perlu Bikin Baru
Menteri Investasi Bahlil Lahadalia

Pernah Dampingi Gibran ke Papua, Bahlil Bantah Tudingan Tak Netral

Bahlil Lahadalia merespons tudingan dalam sidang sengketa Pilpres 2024 di MK. Ia dituding tak netral dengan mendampingi Gibran Rakabuming Raka ke Papua.

img_title
VIVA.co.id
29 Maret 2024