Saat Pria Renta Minta Keadilan ke KPK

Demo di KPK
Sumber :
  • ANTARA/ Fanny Octavianus

VIVAnews - Selasa siang 7 Februari 2012, kantor Komisi Pemberantasan Korupsi kedatangan tamu. Bukan pejabat negara, bukan pula politisi tapi seorang pria renta bernama Aksum Miharjo (70), warga Kelurahan Pondok Pinang, Kecamatan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.

Kedatangannya ke KPK untuk menuntut keadilan atas putusan hukum anaknya, Teguh Budiono (42) yang divonis hukuman delapan tahun penjara oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Hukuman itu lebih berat sebelum Teguh sang anak mengajukan banding di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas vonis 1 tahun 6 bulan kurungan.

Menurut Aksum, anaknya adalah salah satu contoh korban dari buruknya penegakan hukum di tanah air. Aksum menduga anaknya hanya menjadi korban rekayasa penegak hukum yang ingin menyelamatkan aktor utama dalam kasus korupsi.

"Penegak hukum bersikap kejam. Mengkoruptorkan rakyat kecil, tapi justru membiarkan dan membebaskan pejabat yang korupsi," ujar Aksum yang hanya bersendal jepit di kantor KPK, Jakarta, Selasa 7 Februari 2012.

Aksum bercerita. Kasus ini berawal saat Teguh Budiono anak Aksum didakwa turut serta korupsi dalam proyek pembebasan lahan seluas 21.405 meter persegi milik Sudharno Mustafa dan tanah seluas 28.231 meter persegi milik Adang Salmon Mustafa senilai Rp52,2 miliar tahun 2006. Pembebasan lahan ini untuk pertamanan dan pemakaman di Kelurahan Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Namun, ia menilai bahwa vonis yang dijatuhkan kepada anaknya itu tidak sesuai.

"Anak saya hanya seorang calo tanah yang diberikan surat kuasa yang sah dari pemilik tanah untuk mewakili pemilik tanah dalam menyampaikan harga tanah yang diminta pemilik tanah kepada P2T (Panitia Pengadaan Tanah) Walikota Jakarta Selatan. Ia tidak memiliki kapasitas atau wewenang yang menentukan dalam pembeban tanah itu, harganya pun sesuai NJOP," terang Aksum bersama istrinya yang juga renta.

Sebagai calo tanah lanjut Aksum, anaknya memperoleh fee sebesar Rp300 juta. Nilai ini dianggap wajar karena sebagai pihak yang telah membantu pemilik tanah memperoleh haknya dan membantu Pemda DKI memperoleh tanah sesuai NJOP. Tetapi justru menyeret Teguh kedalam kasus korupsi tanah.

Aksum beranggapan kasus yang dituduhkan kepada anaknya ini merupakan suatu bentuk kezaliman oleh penegak hukum yang telah merekayasa perkara ini. Rekayasa itu untuk melindungi seseorang berinisial AW, salah satu pejabat Biro Perlengkapan Pemda DKI. "Apakah mungkin korupsi proyek pembebasan lahan dengan anggaran sebesar Rp52 miliar dibebankan seorang Teguh sendiri," ujarnya

Singkat cerita, Teguh Budiono dinyatakan bersalah karena turut serta bersama AW menggelapkan uang kelebihan bayar tanah yang harus dikembalikan ke Pemda DKI sebesar 1,07 miliar. Teguh divonis dengan hukuman 1 tahun 6 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Yang mengherankan, AW divonis bebas oleh hakim PN Selatan.

"Padahal perkara maupun dakwaannya sama, uangnya malah masuk ke AW. Tapi mengapa AW yang bebas," ujar Aksum. Atas putusan itu AW akhirnya bebas, sementara Teguh ditahan.

Tak terima dengan putusan hakim PN Jakarta Selatan, Teguh ajukan banding ke Pengadilan Tinggi  (PT) DKI Jakarta. Namun, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta malah menambah hukuman Teguh menjadi delapan tahun penjara, jauh lebih berat dari putusan Pengadilan Negeri Selatan.

"Saya mempertanyakan putusan PT DKI Jakarta itu yang sangat jauh dari putusan PN Jakarta Selatan. Karena itu, kami mengadukan hal tersebut ke KPK karena menduga ada rekayasa dalam perkara anaknya tersebut," ucap Aksum yang mengaku diterima oleh Bagian Pengaduan Masyarakat KPK.

"Saya pun akan mengadu masalah ini ke Presiden SBY minggu depan," tandasnya.

Menanggapi soal ini, Kepala Bidang Informasi Publik Dinas Komunikasi Informasi dan Kehumasan DKI, Cucu Ahmad Kurnia, menyerahkan proses itu sepenuhnya kepada proses hukum. "Intinya kami menyerahkan kepada proses hukum dan sepenuhnya kami serahkan kepada aparat yang berwenang," kata Cucu kepada VIVAnews.com.

Ketahui Manfaat dan Risiko Saham Blue Chip, Dapatkan Dividen yang Konsisten
Penumpang bus dari terminal Batoh, Banda Aceh. VIVA/Dani Randi

Arus Mudik di Aceh Diprediksi Meningkat 9 Persen pada 2024

Pergerakan arus mudik hari raya Idul Fitri Tahun 2024 di Provinsi Aceh diprediksi mengalami peningkatan dibanding tahun lalu.

img_title
VIVA.co.id
28 Maret 2024