Berdasar UU & MoU, KPK yang Berhak Usut

Penyidik KPK saat tengah memeriksa barang bukti. (Foto ilustrasi)
Sumber :
  • VIVAnews/ Muhamad Solihin

VIVAnews - Pakar Hukum Romli Atmasasmita menilai Komisi Pemberantasan Korupsi paling berhak menangani kasus korupsi proyek simulator SIM dibanding Mabes Polri.

"Dalam Undang-Undang KPK jelas. Karena KPK yang duluan melakukan penyidikan, maka KPK yang berhak. Dan Polri harus menghentikan penyidikannya dan membantu KPK," kata Romli saat dihubungi VIVAnews, Jumat 3 Agustus 2012.

Seperti diketahui, KPK memulai menyelidiki kasus ini sejak Januari 2012. Dan pada 27 Juli 2012, KPK memulai penyidikan kasus ini dengan menetapkan Irjen DS dan kawan-kawan sebagai tersangka.

Sedangkan Mabes Polri baru menyelidiki kasus ini pada Mei 2012. Baru pada 31 Juli 2012, Polri meningkatkan status penyidikan. Dan pada 1 Agustus 2012, Polri menetapkan 4 tersangka lainnya. Tiga dari empat tersangka itu sudah terlebih dahulu dijerat KPK.

Pasal 50 Undang-Undang KPK, menyebutkan bahwa "Dalam hal KPK sudah mulai melakukan penyidikan tindak pidana korupsi, maka kepolisian atau kejaksaan tidak berwenang lagi melakukan penyidikan. Dalam hal penyidikan yang dilakukan bersamaan oleh kepolisian/kejaksaan dan KPK, maka penyidikan yang dilakukan kepolisian/kejaksaan segera dihentikan."

Romli pun menegaskan, langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah masalah koordinasi penyelesaian kasus itu antara kepolisian dan KPK. "KPK dan kepolisian harus saling berkoordinasi untuk segera dapat menyelesaikan kasus tersebut," ujar Guru Besar Hukum Universitas Padjajaran itu.

Selain itu, lanjut Romli, dalam MoU antara penegak hukum juga diatur bahwa KPK lebih berhak melakukan pengusutan kasus. Karena KPK terlebih dahulu melakukan penyelidikan. "Dalam MoU itu kan sudah jelas," ujarnya.

Dalam Pasal 8 Kesepakatan Bersama antara Kepolisian, Kejaksaan Agung, dan KPK disebutkan bahwa siapa yang menyelidiki terlebih dahulu sebuah kasus yang sama, maka dia yang akan mengusut kasus tersebut.

Sebelumnya, Jaksa Agung Basrief Arief menyatakan bahwa penanganan kasus ini bisa dilakukan berdasar Undang-Undang KPK dan nota kesepahaman (MoU) antara Jaksa Agung, KPK, dan Polri.

"Pertama, nanti saya akan lihat SPDP, apakah memang itu objeknya sama, pelakunya sama, dan kita lihat dari ketentuannya. Disamping UU yang Anda sebutkan tadi, kita juga sudah punya MoU, nanti kita liat," ujar Basrief di kantor KPK, Jakarta, Kamis, 2 Juli 2012.

Dalam penjelasan UU KPK maupun MoU ketiga instansi penegak hukum itu, seharusnya tidak boleh saling bertentangan. Kendati begitu, Basrief sendiri belum bisa memastikan langkah apa yang akan diambil Kejaksaan dalam kasus yang ditangani dua lembaga penegak hukum ini. "Nanti saya lihat dulu. Saya kira mengacu pada UU KPK," ujarnya.

Dalam kasus ini, KPK sudah menetapkan 4 tersangka. Mereka adalah mantan Kepala Korlantas Mabes Polri Irjen Djoko Susilo Wakorlantas Brigjen DP, serta dua rekanan yakni BS dari PT CMMA dan SB dari PT ITI.

Tak mau kalah dengan KPK, Bareskrim Mabes Polri mengaku juga tengah mengusut kasus serupa. Bahkan, Mabes Polri sudah menetapkan tersangka lebih banyak, yakni lima orang. Mereka adalah Wakorlantas Brigjen DP, AKBP TF, bendahara Kompol L, dan dua dari pihak pemenang tender simulator SIM. (umi)

4 Kebiasaan Unik Suku Dayak, Dari Telingaan Aruu hingga Panggil Arwah Leluhur
Gedung Bank Indonesia (BI).

Ekonomi Dunia Bergejolak, BI Buka-bukaan Hasil Stess Test Terbaru Sektor Perbankan

 Bank Indonesia (BI) mengungkapkan, hasil stress test BI menunjukkan bahwa ketahanan perbankan dan korporasi saat ini.

img_title
VIVA.co.id
25 April 2024