Dua Teroris Solo Mantan Santri Ngruki

Lokasi baku tembak Densus 88 dan terduga teroris di Solo
Sumber :
  • ANTARA/Akbar Nugroho Gumay

VIVAnews - Pengurus Pondok Pesantren Al-Mukmin Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah menyatakan bahwa kedua terduga teroris yang tewas, Farhan Mujahud dan Mukhsin Tsani adalah jebolan Ngruki.

Direktur Ponpes Al-Mukmin Ngruki, Ustadz Wahyuddin menjelaskan, Farhan Mujahid tidak bisa meneruskan jenjang pendidikannya di Ngruki karena tidak bisa melunasi biaya. Sedangkan Muchsin Tsani masuk ke Ponpes Al Mukmin Ngruki pada saat pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA).

"Keduanya tidak bisa mengambil ijazah. Kami juga masih menahan ijazah mereka karena seluruh biaya administrasi kedua siswa itu bermasalah," kata dia, Senin, 3 September 2012.

Berdasarkan catatan akademik di pesantren, Farhan merupakan remaja
kelahiran 14 Nopember 1993 dan anak dari Muh Aris. Siswa itu saat masuk ke ponpes Al-Mukmin menggunakan ijazah dari salah satu SD swasta di Pulau Sebatik Kalimantan.

Farhan masuk ke Ponpes Al-Mukmin tahun 2005 dan menempuh pendidikan di Madrasah Tsanawiyyah/MTs (setingkat SMP) di Ponpes Al Mukmin Ngruki hingga 2008.

Wahyuddin menceritakan saat ayahnya meninggal, ekonomi keluarga Farhan mengalami kesulitan. Meski demikian, keluarga Farhan tidak meminta keringanan khusus kepada pihak Ponpes Al-Mukmin.

Dengan kondisi seperti itu, ia tetap melanjutkan pendidikan melalui program reguler sehingga biaya pendidikan yang harus dibayar pun tidak bisa secara utuh.

"Dulu seharusnya dia masuk dengan jalur khusus untuk keluarga tak mampu, sehingga akan diupayakan sebagai anak asuh," ujarnya.

Hal serupa juga dialami oleh Muchsin Tsani. Dia tercatat sebagai putra Muslimin yang beralamat di  Jalan Batu Ampar, Keramatjati, Jakarta Timur.

Muchsin merupakan siswa lulusan SMPN 126 Jakarta, lalu masuk Kuliyyatul Mu'alimin Al-Islamiyyah (KMA), (sekolah khusus agama setingkat SLTA) di Ponpes Al Mukmin Ngruki. Mengingat Muchsin berasal dari sekolah umum, maka dia harus terlebih dulu mengikuti pendidikan takhassus (persiapan) selama setahun.

"Ijazah KMA dia juga masih berada di sini. Dia masih memiliki tanggungan biaya administrasi. Dia juga belum mengikuti program dakwah selama setahun setelah lulus KMA," tuturnya.

"Oleh sebab itu kedua anak ini, kami sebut sebagai jebolan, bukan lulusan," sebutnya.

Sementara itu ketika disinggung mengenai keterlibatan dalam aksi teror di sejumlah pos polisi di Solo,  Wahyuddin mengatakan pihaknya tidak tahu-menahu terakit kasus itu. Selain itu, pihaknya juga tidak lagi bertanggungjawab dengan kegiatan keduanya mengingat mereka telah ke luar dari Ngruki.

Wahyuddin mengatakan, setelah ke luar dari Ngruki bisa saja mereka bergaul dengan banyak orang dengan berbagai pengalaman. "Ada yang mengatakan  setelah ke luar dari Ngruki, Farhan kembali ke Pulau Sebatik Kalimantan. Ada pula yang mengatakan dia menyeberang ke Filipina dan bergabung di konflik Mindanao. Kami tidak tahu pasti ke mana dia setelah ke luar," tegas dia.

Farhan dan Mukhsin tewas setelah terlibat baku tembak dengan personel Densus 88 di Jalan Veteran, Solo, Jawa Tengah, pada Jumat malam lalu, 31 Agustus 2012.

Satu anggota Densus 88, Bripda Suherman juga tewas dalam baku tembak itu. Suherman tertembak di bagian perut. (umi)

Organisasi Liga Muslim Dunia Ucapkan Selamat ke Prabowo: Semoga RI Makin Maju
VIVA Militer Letkol Inf Ardiansyah alias Raja Aibon Kogila

Rekam Jejak Luar Biasa Raja Aibon Kogila 821 Hari Jadi Komandan Pasukan Tengkorak Kostrad TNI

Dari hidupkan kota mati di sarang OPM hingga sejahterakan prajurit.

img_title
VIVA.co.id
20 April 2024