Saksi Sejarah PKI Merasa Ditipu Sutradara Amerika

Pemeran film dokumenter The Act of Killing
Sumber :
  • The Act of Killing

VIVAnews - Sejak film "The Act of Killing" dirilis, nama Anwar Congo menjadi buah bibir. Tapi, pemeran sekaligus narasumber peristiwa kelam Indonesia di masa penumpasan Partai Komunis Indonesia (PKI) itu mengaku ditipu sang sutradara asal Amerika Serikat, Joshua Oppennhiemer.

Ditemui di kediamannnya di Medan Area, Medan, Sumatera Utara, Anwar pun berkisah awal mula dia berkenalan dengan Oppennhiemer, sutradara lulusan Film dari Universitas Harvard, tahun 2008.

Penjelasan BI soal Layanan Alipay Mau Masuk Indonesia

Saat itu, Oppennhiemer berkunjung ke Indonesia untuk mencari narasumber yang bisa membantunya menceritakan peristiwa berdarah yang terjadi usai peristiwa pemberontakan yang disebut Gerakan 30 S PKI atau G 30 S PKI.

Beberapa orang menyarankan agar Oppennhiemer menemui Anwar Congo, sebab di masa penumpasan PKI tersebut, Anwar merupakan tokoh pemuda yang aktif berorganisasi dan salah satu pelaku sejarah.

Sutradara tersebut mengaku butuh kesaksian Anwar, karena dia berencana membuat film dokumenter yang kemudian digunakan untuk kepentingan studi, menyelesaikan program doktor di bidang seni di Central Santi Martins College of the Art and Design, University of the Art London, Inggris.

Mendengar hal tersebut, Anwar tertarik untuk membantu Oppennhiemer yang ternyata fasih berbahasa Indonesia. Anwar juga sempat bangga, karena dia menjadi pemeran utama dalam film ini. "Saya merasa senang, ada orang pintar yang mau mendokumentasikan perjalanan hidup saya. Itu sebabnya saya menyetujuinya," kenangnya.

Semula, film ini berkisah mengenai pemusnahan kaum komunis yang dialami sendiri oleh Anwar. Tapi, Oppennhiemer memberi bumbu kisah cinta di dalamnya, antara Arsan dan Amina.

Selama dua tahun, keduanya pun bekerja sama untuk membuat film. Untuk keperluan pengambilan gambar, keduanya pun kerap masuk ke daerah-daerah di mana dulu sempat ada peperangan melawan pengikut PKI, seperti Tanah Karo, Langkat, Labuhan Batu, dan sebagainya.

Anwar tidak perlu memikirkan keperluan logistik. Oppennhiemer menyiapkan semua peralatan pendukung, termasuk pakaian yang dipakai pemeran. Beberapa kali, dia harus kembali ke Amerika untuk mengambil peralatan pendukung yang belum lengkap.

Pendaftaran Petugas PPK Dimulai, KPU Depok Akan Rekrut 55 Orang

"Kami syuting di tempat terjadinya bentrokan dengan PKI dulu. Yang saya suka di sini, saya bebas mengatakan apa pun saat syuting," kisah Anwar.

Selesai proses syuting, Oppennhiemer kembali ke negaranya. Anwar bertemu terakhir dengan sang sutradara beberapa bulan lalu, saat Oppennhiemer meminta Anwar meneken lembaran berbahasa Inggris. "Ya, karena sudah dekat, saya percaya. Walau saya tidak tahu isinya. Dia bilang kerja sama kami di film ini sudah selesai," jelas Anwar.

Saat itu, Anwar sempat mengingatkan agar Oppennhiemer memegang janjinya, memutar film dokumenter tersebut setelah dia meninggal dunia. "Karena ini bisa berdampak buruk buat saya," tuturnya.

Hingga suatu hari, Anwar menerima telepon. "Dia bilang, filmnya akan diputar di festival film. Mendengar itu, saya merasa tertipu, ternyata film itu dikomersialkan. Saya coba hubungi dia tidak bisa nyambung sampai sekarang," ujarnya.

Anwar pun khawatir dan menyesal dengan pembuatan film tersebut. Apalagi, banyaknya pemberitaan media dan kunjungan wartawan yang mengonfirmasinya mengenai peristiwa berdarah pada 1965 itu. Pria berumur 72 tahun itu pun merasa tertekan. "Saya pusing dan capek memikirkan ini. Rencananya saya mau keluar kota dulu untuk menenangkan pikiran," ujarnya. (art)

Vidi Aldiano

Ternyata Vidi Aldiano Suka Berburu Free Ongkir dan Selalu Menang War Produk

Selebriti Vidi Aldiano mengaku suka belanja online dan berburu gratis ongkos kirim. Hal ini ia terapkan demi menghemat pengeluaran.

img_title
VIVA.co.id
24 April 2024