Nikah Siri Bupati Aceng ada Unsur Perdagangan, Benarkah?

Fani Oktora (mantan istri Bupati Garut)
Sumber :
  • VIVAnews/Nurcholis Anhari Lubis

VIVAnews - Pernikahan kilat empat hari Bupati Garut, Jawa Barat, Aceng HM Fikri dengan Fani Oktora menjadi kontroversi. Apalagi, saat menikah dan diceraikan Fani masih berusia di bawah 18 tahun -- yang masih bisa dikategorikan sebagai anak.

Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait menilai, ada unsur perdagangan dalam proses pernikahan siri itu terjadi. Indikasi itu dapat dilihat dari kronologi sebelum Aceng menikahi secara siri Fani.

Istri Dicopet hingga Barang Berharga Raib, Daniel Mananta Pilih Maafkan Pelaku

"Ada transkasi. Itu dilihat dari kronologi pernikahannya. Bupati itu ingin menikah, meminta bantuan kerabat dekatnya, dicarikan dan ketemu, kemudian dinikahkan dan ada mas kawin uang tunai. Di situ ada transaksi di dalamnya," kata Arist di kantornya, Jakarta Timur, Rabu 5 Desember 2012.

Menurut Arist, dalam Undang-Undang Nomor 201 tahun 2007 tentang Perdagangan Manusia, "transaksi" di dalam pernikahan kilat Aceng-Fani sudah dapat dikategorikan sebagai bentuk perdagangan manusia. Apalagi, dalam keadaan seperti itu, Fani tidak pada posisi sebagai yang menyetujui.

"Itu sudah masuk kategori sebagai perdagangan manusia. Dan si anak ini di eksploitasi karena dia bukan dalam posisi menyetujui," ujarnya.

Sekretaris Jenderal Komnas Perlindungan Anak Samsul Ridwan mengatakan, semua orang yang terlibat dan mendukung pernikahan siri itu bisa dituntut. Tak terkecuali orang tua Fani.

Meski demikian, Samsul belum bisa memastikan, apakah orang tua Fani bagian dari lingkaran yang terlibat atau turut menjadi korban dalam unsur perdagangan tersebut.

"Kami belum tahu, apa orang tuanya bisa jadi pelaku karena sadar melakukan transaksi itu atau jadi korban karena ketidaktahuan atas bujukan orang-orang terdekat Bupati," katanya. (eh)

Putusan Mahkamah Konstitusi

Sebut MK Bisa Anulir Hasil Pilpres 2024, Guru Besar IPDN Beberkan Alasannya

Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Djohermansyah Djohan menyebutkan, Mahkamah Konstitusi (MK) dapat menganulir hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

img_title
VIVA.co.id
18 April 2024