Demo Dinas Pendidikan Padang, 7 Guru Dicap "Nakal" dan Dimutasi

Demo Guru Honorer
Sumber :
  • VIVAnews/Ikhwan Yanuar
VIVAnews
Geopark Maros Pangkep, Beranda bagi Keajaiban Geologi dan Budaya di Sulawesi Selatan
– Tujuh guru perempuan di kota Padang, Sumatera Barat, dimutasi oleh Kepala Dinas Pendidikan Kota Padang Indang Dewata. Mutasi itu disebut atas perintah Wali Kota Padang, dan dilakukan usai ketujuh guru SMP itu melakukan aksi demonstrasi di Kantor Dinas Pendidikan Kota Padang.

Perdana Rayakan Idul Fitri Sendiri, Suami Stevie Agnecya: I Miss You

Bukan cuma dimutasi, beberapa di antara guru itu juga diturunkan golongannya dari IV A menjadi III D. Mereka juga dicap sebagai guru nakal. "Tujuh orang guru ini melakukan demonstrasi bersama 300 guru lainnya, kemudian Kepala Dinas Pendidikan Indang Dewata meminta perwakilan guru masuk ke ruangannya untuk berdialog. Kebetulan tujuh guru ini berada di barisan depan sehingga mereka ditunjuk mewakili demonstran guru lainnya,” kata Asrul Aziz Sigalingging dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang yang mendampingi ketujuh guru itu kepada
Megawati Open House di Rumahnya, PDIP: Dilakukan Secara Terbatas
VIVAnews , Rabu 2 Oktober 2013.

Malangnya lagi, dua dari tujuh guru yang dimutasi itu memiliki kondisi fisik yang tak baik. Salah seorang dari mereka misalnya, Yuliarti Zain, telah berusia sepuh yakni 59 tahun. Dia dimutasi ke sekolah yang berjarak 37 kilometer dari tempat tinggalnya saat ini. Padahal Yuliarti punya penyakit kanker usus sehingga dia harus membawa kantong kolostomi ke mana-mana.


Kolostomi adalah pembedahan untuk membuat lubang pada usus besar melalui dinding tubuh untuk mengeluarkan tinja. Yuliarti menjalani operasi kanker usus 12 tahun lalu, dan sejak itu ia membawa kantong kolostomi untuk menampung kotoran karena ia harus buang air besar melalui usus di perutnya. Selain Yuliarti, guru lain yang dimutasi pun ada yang mengidap penyakit leukimia, atau kanker darah.


Kepala Dinas Pendidikan Kota Padang Indang Dewata mengatakan punya alasan memutasi ketujuh guru yang berdemonstrasi di kantornya itu. “Mereka guru nakal, melakukan demonstrasi tanpa izin. Lalu mereka masuk ke ruangan saya dan memaki-maki saya,” kata Indang kepada
VIVAnews
.


Lagipula, ujar Indang, mutasi dilakukan sekaligus untuk pemerataan. “Agar sekolah yang kekurangan guru bisa mendapatkan tambahan tenaga pengajar,” kata dia.


Namun ucapan Indang yang menyebut ketujuh guru itu nakal karena memaki-maki dia, dibantah oleh pengacara tujuh guru tersebut. “Itu tidak benar. Klien saya punya rekaman dialog bersama Indang Dewata. Mereka berdialog biasa. Indang ketika itu bahkan mengatakan obrolan itu layaknya ayah dan anak,” ujar Asrul Aziz.


Asrul mengatakan, guru-guru itu berunjuk rasa bersama 300 rekan mereka di kantor Indang pada 29 November 2012. Mereka menuntut penjelasan mengenai tunjangan profesi guru, atau sertifikasi yang tidak lagi mereka terima. Ada sebanyak 945 guru di Padang yang tidak menerima dana sertifikasi pada triwulan kedua tahun itu.


Dinas Pendidikan Kota Padang mengatakan untuk mendapatkan dana itu, ada mata pelajaran yang tidak boleh dimasukkan, yakni pengembangan diri. Maka pada triwulan ketika, guru-guru tersebut tidak lagi memasukkan pengembangan diri ke dalam mata pelajaran. Tapi tunjangan mereka tidak juga diberikan. Akhirnya mereka mendatangi kantor Dinas Pendidikan untuk meminta penjelasan.


“Namun tujuh guru yang mewakili 300 rekan mereka untuk bertemu Kepala Dinas Pendidikan Indang mendapat perlakuan tidak manusiawi,” kata Asrul Aziz. Ketujuh guru yang dimutasi itu kini bahkan tidak mendapat jam mengajar di sekolah barunya karena sudah banyak guru di sekolah itu. Alhasil guru-guru itu tidak memperoleh dana sertifikasi.


“Guru-guru ini sekarang berharap dikembalikan ke sekolah asal mereka dan bisa mendapatkan dana sertifikasi mereka, karena di sekolah asal mereka, mata pelajaran yang biasa mereka pegang tidak ada lagi gurunya sehingga sekolah itu harus mencari guru honor,” ujar Aziz.


LBH Padang menilai kasus ini bentuk kesewenang-wenangan Pemerintahan Kota Padang terhadap para guru. LBH menuding Kepala Dinas Pendidikan Padang Indang Dewata menggunakan kasus ini menakut-nakuti guru-guru lainnya agar tidak mempertanyakan dana sertifikasi, atau mengalami nasib serupa dengan tujuh guru tersebut.


“Kalau kita lihat alur kebijakan mutasi, kasus ini juga mencerminkan potensi indikasi korupsi. Ada potensi terjadi penyalahgunaan atau penggelapan anggaran tunjangan profesi guru Kota Padang secara masif,” kata Asrul Aziz.(np)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya