Terima Dana Bansos, Anggota DPR Papua Siap Kembalikan

Ketua Harian Partai Demokrat Papua Carolus Bolly
Sumber :
  • VIVAnews/Banjir Ambarita
VIVAnews
Bea Cukai Musnahkan Pakaian Bekas Bernilai Ratusan Juta di Yogyakarta
- Sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Papua yang menerima dana bantuan sosial dari Pemerintah Provinsi Papua tahun 2012 lalu, menyatakan kesediaannya untuk mengembalikan dana itu. Ketua Komisi D Yan Permenas Mandenas, salah satu penerima dana Bansos Rp200 juta yang digunakan untuk biaya study S2 di Universitas Indonesia, menyatakan kesiapannya mengembalikan dana tersebut.

Jokowi Adakan Buka Puasa Bersama Menteri di Istana

"Saya siap kembalikan dana itu, kalau memang ketentuannya demikian,"kata Yan Mandenas, Senin 28 Oktober.
4 Jenderal Polri Kompak Bareng Wartawan dan Polwan Sebar Kebaikan di Bulan Ramadan


Apalagi, lanjutnya, hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan sampai saat ini masih dalam pembahasan. Ada ada waktu 60 hari untuk menindaklanjutinya. "Sekarang kan masih proses melengkapi pertanggunjawaban, jadi masih ada waktu yang tersedia jika memang harus dikembalikan," ujarnya.

Namun, kata Yan Mandenas, dia menerima dana bantuan itu saat masih menjadi anggota Komisi C Bidang Anggaran dan sama sekali tidak mengetahui dana itu bersumber dari dana Bantuan Sosial. "Saya tidak mengetahui dana itu posnya dari dana Bansos, jika saja saya ketahui, tentu akan diklarifikasi ke pejabat berwenang, sebelum menerima dana itu," katanya.

"Saat saya mendapat bantuan itu, saya belum menjabat ketua komisi dan masih anggota komisi C. Saya juga tidak tahu dana bantuan itu posnya

dari Bansos. Kalau saja saya tahu saya pasti akan klarifikasi ke pejabat yang berwenang. Saat itu saya sedang melaksanakan studi S2. Saya tidak punya pos anggaran khusus, sementara saya harus
mobile
dan saya minta dukungan Pemda. Saat mau sidang saya ditanya Kepala Badan lalu, Ahmad Hatari, beliau suruh masukkan surat agar bisa dibantu," kata Yan Mandenas.


"Saya merasa dibohongi dan tidak transparan. Saya tidak tahu kalau itu dana Bansos. Saya pikir karena itu bantuan studi berarti dari pos studi karena banyak yang masukkan proposal studi untuk dibantu oleh Pemda," ujarnya.


Menurutnya, dana bantuan yang diterimanya juga tak sebesar yang disebutkan di media yaitu Rp250 juta. "Saya hanya terima Rp 200 juta, tapi memang terlambat memasukkan laporan pertanggungjawaban sehingga jadi temuan BPK."


Protes


Menurut dia, sejumlah pejabat di lingkungan Pemprov Papua ada juga dibiayai dalam melaksanakan program studi. "Pejabat daerah saja kalau studi atau tugas belajar pasti dibiayai oleh Pemda, lantas apa bedanya dengan kami," kata dia.


Yan Mandenas mensinyalir, mencuatnya masalah dana Bansos iu di media, tidak terlepas dari kepentingan politik yakni Pemilu 2014. "Ini lebih cenderung terkait pertarungan politik 2014, tapi itu bukan masalah, itu dinamika dan sepanjang saya menggunakan anggaran dengan benar, saya tidak pernah khawatir, kalau memang harus dikembalikan, saya siap mengembalikannya. Kritik dan koreksi dari berbagai pihak adalah wajar, yang penting saya siap mempertanggungjawabkannya," kata Yan.


Senada dengan Yan Permenas Mandenas, Ketua Komisi C DPRP Bidang Anggaran  Jan Lukas Ayomi yang juga tercantum dalam laporan BPK RI menerima dana Bansos menyatakan kesiapannya mengembalikan dana itu. "Kalau memang harus dikembalikan, saya siap kembalikan," katanya.


Jan Ayomi mengaku tidak mengetahui jika dana itu adalah dana Bansos. "Saya tahu kalau dana itu dana Bansos dari media, pihak Pemprov tidak pernah menjelaskan dana itu dari pos Bansos. Karena kami meminta bantuan itu ke Pemprov melalui surat resmi atas nama pribadi dan bukan sebagai anggota dewan," katanya.


Menurutnya, karena dana itu diminta secara resmi melalui surat, dirinya keberatan jika dikatakan korupsi. "Korupsinya di mana? Dana itu saya minta melalui surat resmi ke Pemda, kalau kemudian diambil dari pos Dana Bansos kami tak tahu. Tapi, jika harus mengembalikannya saya siap kembalikan," katanya.


Jan Ayomi juga heran dengan Pemprov, untuk anggota DPRP yang mengajukan dana studi, tidak mengambil dana dari pendidikan. "Kalau untuk studi kenapa tidak ambil dana dari pos pendidikan, ini malah ambil dari Bansos."


Jan Ayomi mengaku menerima dana Bansos sebesar ratusan juta rupiah, untuk membeli sapi qurban Idul Adha tahun 2012. "Dana itu untuk beli sapi di Hmadi dan Entrop, saya akui terlambat membuat laporan karena kesibukan sebagai anggota dewan, tapi yang pasti laporan pertanggungjawabannya sudah disampaikan kepada Pemprov."


Di tempat yang sama Wakil Ketua Komisi C Carolus Kelen Boly yang juga menerima Bansos untuk biaya studi mengatakan, dalam kasus LHP BPK RI itu, sebenarnya bukan lagi persoalan orang perorang, tapi sudah mengindikasikan adanya kekeliruan dalam pengelolaan keuangan oleh Pemprov saat itu. "Jika ditelisik dari aspek pengelolaan keuangan, jelas ada yang salah, kenapa pemerintah provinsi saat itu tidak selektif dalam menyalurkan dana bantuan sosial, namun asal bagi saja," katanya.


Seharusnya, jika itu dana itu posnya memang untuk Bansos, Pemerintahan saat itu harus menyalurkannya kepada orang yang tepat. "Seperti saya dapat untuk biaya pendidikan S2, mestinya pos anggarannya dari pendidikan, tapi belakangan setelah mencuat saya baru tahu itu dana Bansos," katanya.


Namun, yang pasti jika keharusannya dana itu dikembalikan, dirinya menyakan siap mengembalikannya. "Masih ada tahapan untuk mengembalikan dana itu, jika memang diharuskan. Karena  dari aspek proses tahapan, maka semua temuan BPK saat ini masih dalam posisi ditindaklanjuti dan setelah selesai, dewan akan membentuk Panja atau Pansus guna memantau proses tindaklanjut dan setelah selesai  akan dilaporkan kembali ke BPK," katanya.


Sesuai keterangan BPK diberikan waktu 30 hari untuk menelaah hasil tindaklanjut itu dan jika masih ada yang belum, ada waktu 30 hari lagi untuk menyelesaikan hasil telaah BPK. "Jika memang ada yang tidak bisa dipertanggungjawabkan dalam waktu itu, maka proses hukum bisa

berlangsung dan itu menjadi domain kepolisian," katanya.


Carolus melanjutkan, seharusnya dalam laporan LHP itu bukan hanya anggota DPRP yang menerima dana Bansos yang disorot media, tapi juga institusi lain yang juga menerima, agar objektif dalam pemberitaan. "Sangat disayangkan ada pihak yang hanya mengumpulkan nama 10 anggota DPRP dan di-
cover
dengan buka III BPK seolah-olah hanya DPRP yang jadi temuan. Tapi, lembaga lain tidak  dimuat, ini sama saja memperkeruh suasana," katanya.


Sementara Sekretaris Komisi A DPRP Julius Miagoni memandang positif kritikan masyarakat terhadap dana Bansos yang diterima sebagian anggota DPRP, sebagai sebuah kontrol. "Sata kira ini fungsi kontrol masyarakat terhadap dewan," katanya.


Namun seyogyanya, media jangan memberitakan secara detail gaji atau penghasilan anggota maupun unsur pimpinan DPRP, karena itu sama saja dengan "menelanjangi". "Masak gaji DPRP juga ikut dipublikasikan, bagi saya itu sangat tabu, karena menyangkut privasi," katanya. (eh)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya