Korupsi Dana Haji, Ini Reaksi Itjen Kemenag

Calon jamaah haji mengikuti manasik di Lhokseumawe, Aceh.
Sumber :
  • ANTARA/Rahmad
VIVAnews
Sri Mulyani Buka Suara soal Warga Beli Sepatu Rp10 Juta, Kena Pajak Rp31 Juta
- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai melakukan penyelidikan terkait adanya dugaan penyimpangan dalam pengelolaan dana haji di Kementerian Agama tahun anggaran 2012-2013. KPK pun sudah meminta sejumlah keterangan, termasuk beberapa anggota DPR.

Pameran Otomotif Berubah Jadi Tragedi, 5 Orang Ditabrak Mobil Listrik

Inspektur Jenderal Kemenag, M Jasin mengaku tidak terkejut bila KPK kemudian melakukan penyelidikan terhadap pengelolaan dana haji. Menurutnya, KPK sebagai lembaga penegak hukum memiliki fungsi melakukan pembenahan sistem melalui pencegahan dan tindak pidana melalui penindakan.
Hizbullah Tembakan Puluhan Rudal ke Pemukiman di Perbatasan Israel


"Wajar saja, kita tunggu saja. Kan penyelidikan belum ada tersangka jadi belum bisa disimpulkan ada tindak pidananya," kata Jasin kepada VIVAnews , Kamis, 6 Februari 2014.


Mantan pimpinan KPK itu mengatakan, Itjen Kemenag telah melakukan audit terhadap pengelolaan dana pengelolaan ibadah haji dan badan pelaksana ibadah haji (BPIH). Hasil audit internal Kemenag itu pun sudah disampaikan ke Dirjen Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh Anggito Abimanyu.


"Artinya sudah dipaparkan ke dirjen. Itu terdapat perdebatan soal perhitungan-perhitungan, ya menurut dirjen tidak seperti itu. Berapa kalkulasinya masih perdebatan. Ini yang belum bisa disampaikan ke media," katanya.


Meski begitu, Jasin menduga penyelidikan yang dilakukan KPK terkait dengan kepergian penyidik ke tanah suci Mekkah pada periode haji tahun 2012-2013. Di sana, kata Jasin, penyidik KPK melakukan monitoring dan evaluasi penyelenggaraan haji.


"Dugaan saya, KPK itu dapat data selama mereka berada di Mekkah. Mereka mengambil data dari kantor urusan haji disana. Tapi inikan
angle-
nya KPK kita belum lihat, tunggu saja," ujar mantan wakil ketua KPK bidang pencegahan ini.


Jasin menegaskan, bahwa pihaknya siap berkoordinasi dengan KPK untuk mengungkap kasus ini lebih jauh, termasuk menyerahkan data hasil audit internal Kemenag atas pengelolaan dana haji. Ia berharap data tersebut bisa menjadi pembanding untuk KPK.


Sementara itu, terkait permintaan keterangan sejumlah anggota DPR dalam kasus ini, Jasin menganggap itu kewenangan dari penyelidik maupun penyidik KPK. Namun semua anggaran di Kemenag imbuhnya, termasuk penggunaan dana optimalisasi haji (bunga haji) yang jumlahnya mencapai Rp2,2 triliun melalui persetujuan DPR.


"Dana optimalisasi itukan harus mendapat persutujuan DPR, saya kira itu. Dan kemungkinan juga lain, saya
nggak
tahu, karena DPR ini kan pengawas atas penggunaan dana optimalisasi, dugaan saya itu juga," katanya.


KPK sendiri pernah melakukan kajian sistem penyelenggaraan ibadah haji pada tahun 2009-2010. Kajian ini dilatarbelakangi pada kompleksitas pengelolaan ibadah haji (PIH), di mana banyaknya jumlah jamaah haji Indonesia  setiap tahunnya dan besarnya dana haji yang dikelola pihak penyelenggara.


Review
dan evaluasi yang dilakukan KPK secara menyeluruh terhadap jasa penyelenggaraan ibadah haji, mulai dari pengadaan barang dan jasa komponen PIH (baik di dalam dan luar negeri) seperti pesawat, pemondokan, katering, transportasi, obat-obatan, dan alkes haji.


Adapun kajian difokuskan pada beberapa wilayah kerja, antara lain, Ditjen PHU Kemenag, Beberapa Kanwil Kemenag di Provinsi/Kabupaten/Kota, Embarkasi di Surabaya dan Jakarta, Kantor Teknis Urusan Haji Jeddah, Daker Makkah, Madinah, Jeddah dan beberapa instansi terkait lainnya.


Hasilnya, terdapat banyak temuan-temuan yang patut untuk ditindaklanjuti Kemenag. Di antaranya, tidak standarnya komponen
indirect cost
dalam BPIH, tidak jelasnya dasar pemberian honor petugas haji non kloter, tidak jelasnya komponen, waktu penyetoran, dan format laporan sisa biaya operasional penyelenggaraan ibadah haji yang disetor ke DAU.


Tidak adanya bagian yang dikembalikan kepada jamaah calon haji dalam bentuk pengurangan BPIH (
direct cost
), adanya potensi pendapatan bunga yang tidak diterima akibat penempatan dana dalam deposito dengan persyaratan tingkat bunga yang tidak sesuai
best practices
(tidak lazim), belum adanya penyelesaian perhitungan selisih biaya paspor antara Ditjen PHU dan Ditjen Imigrasi, dan masih ada pungutan liar di embarkasi. (eh)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya