Provinsi Sumatera Barat

Kemenkominfo Menggelar Nobar Webinar "Mengenal Literasi Digital Sejak Dini"

Alamat: Jln. Jend Sudirman No 51 Padang
Telepon: 0751 - 31549
Fax: 0751 – 34671;  0751 - 31220
Email: biro_humas@sumbarprov.go.id
Website: www.sumbarprov.go.id

Areum Eks T-ARA Sudah Sadar Kembali Usai Sempat Mencoba Bunuh Diri


Provinsi Sumatera Barat berada diantara Samudera Hindia serta empat provinsi lain, yaitu Sumatera Utara di sebelah barat, Riau di sebelah utara, Jambi dan Bengkulu di sebelah timur dan Samudera Hindia di sebelah selatan. Luas daratan Provinsi Sumatera Utara mencapai sekitar 42.229,64 km2 dan beribu kota di Kota Padang.

Jumlah penduduk sebesar 4,76 juta jiwa (Oktober 2008) dengan tingkat kepadatan penduduk 113 kilometer persegi (2008). Jumlah penduduk usia kerja (Agustus 2008) sebesar 3,32 juta orang atau meningkat 1,42 persen dari Februari tahun yang sama. Jumlah angkatan kerja sebesar 63,98 persen dari penduduk usia produktif (2,13 juta jiwa). Sementara penduduk bukan angkatan kerja sebanyak 36,02 persen dari penduduk usia produktif (1,19 juta jiwa). Jumlah pengangguran (Agustus 2008) sebanyak 171,13 ribu jiwa.

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 8,04 persen pada Agustus 2008. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) sebesar 63,98 persen. 

Jumlah penduduk miskin pada tahun 2007 sebanyak 529 ribu jiwa (11,9 persen) dimana 71,8 persen berada di pedesaan. Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2009 sebesar Rp 880.000.  Jumlah penerima BLT (2005) menurut kategori sangat miskin sebanyak 102 ribu jiwa,  miskin  sebanyak 124 ribu jiwa, dan mendekati miskin sebanyak 88 ribu jiwa. Indeks Pembangunan Manusia provinsi ini di tahun 2006 adalah sebesar 71,6, sementara angka indeks untuk Indonesia sebesar 70,1 pada tahun yang sama.

SUMBER DAYA ALAM

Pertanian, Perkebunan dan Perikanan
Hasil pertanian pada tahun 2005 meningkat sebesar 1,03 persen dari tahun sebelumnya. Lahan panen perkebunan pada tahun 2005 meningkat sebesar 12,53 persen dari tahun sebelumnya dengan hasil produksi mencapai 897 ribu ton yang meliputi kelapa sawit, kakao, karet, tebu, gambir dan jagung. Lahan perkebunan yang sudah digunakan mencapai 492 ribu ha dan sisa lahan yang tersedia seluas 30 ribu ha.

Dengan memiliki luas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) mencapai 187 ribu km2 dan garis pantai sepanjang 2,42 km, sektor perikanan memiliki potensi yang besar antara lain ikan laut, ikan air tawar, mangrove, terumbu karang, padang lamun, rumput laun, penyu dan lain-lain yang menghasilkan 99 ribu ton.

Kehutanan
Produksi kayu bulat untuk tahun 2004 mencapai 438 ribu m3, dengan hasil hutan di Provinsi Sumatera Barat tahun 1998 antara lain getah pinus 264 ribu kg, kayu manau 871 ribu batang, rotan 152 ribu kg, tabu-tabu 1,26 juta batang dan semambu 35 ribu batang.

Pertambangan

Potensi pertambangan di Provinsi Sumatera Barat meliputi tiga jenis usaha, antara lain: bahan galian golongan A (strategis), bahan galian golongan B (vital) dan bahan galian golongan C (industri). Bahan galian golongan A antara lain batu bara dan bitumen padat (oil-shale) dan yang diusahakan secara skala besar hanya batubara.

Tabel 1
Potensi Batubara di Provinsi Sumatera Barat tahun 2005

Bea Cukai Musnahkan Pakaian Bekas Bernilai Ratusan Juta di Yogyakarta

No

Lokasi

Cadangan

Produksi

1

Kota Sawahlunto

104,8 juta ton

787,4 juta ton

2

Kabupaten Sawahlunto

76 juta ton

3

Kabupaten Pesisir Selatan

4 juta ton


Dari jumlah di atas, sebesar 296,56 ton batubara diekspor dengan hasil penjualan sebesar Rp299,56 miliar.


KONDISI EKONOMI MAKRO TRIWULAN III-2009

Kinerja perekonomian mulai menampakkan arah perbaikan pada triwulan ini. Pertumbuhan ekonomi berakselerasi setelah mengalami perlambatan sejak triwulan IV-2008. PDRB diperkirakan tumbuh sebesar 5,13% (yoy). Sumber pertumbuhan utama berasal dari pemulihan volume ekspor serta konsumsi rumah tangga, sementara konsumsi pemerintah dan investasi masih belum optimal. Sektor perdagangan, hotel dan restoran menjadi kontributor utama pertumbuhan di sisi lapangan usaha, diikuti sektor pertanian, sektor pengangkutan dan komunikasi, serta sektor jasa-jasa.

Gempa yang terjadi di penghujung triwulan III-2009 mengakibatkan arah perekonomian Sumbar yang mulai membaik kembali berbalik arah. Kerusakan dan kerugian diperkirakan mencapai Rp 21,6 triliun, berdasarkan perhitungan awal yang dilakukan BNPB bersama Bank Dunia. Sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) yang menjadi sumber pendorong pertumbuhan mengalami kerusakan dan kerugian paling parah. Nilai kerusakan dan kerugian sektor PHR bersumber dari kerugian subsektor perdagangan mencapai Rp 1,2 triliun dan subsektor pariwisata sebesar Rp 447 miliar. Pangsa kerusakan sektor PHR terhadap kerusakan sektor produktif mencapai 64%.

Inflasi kota Padang sebesar 3,55% (yoy). Inflasi tertinggi terjadi pada kelompok makanan jadi, minuman dan tembakau sebesar 8.41% (yoy) dan kelompok bahan makanan sebesar 7,05% (yoy). Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada triwulan IV-2009 diperkirakan akan terkoreksi relatif besar sebagai dampak dari bencana gempa yang terjadi pada akhir triwulan III-2009 terhadap kegiatan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi Sumbar pada triwulan IV-2009 dengan estimasi jika tidak terjadi bencana gempa diperkirakan akan mampu tumbuh pada kisaran 4,90-5,33%. Namun demikian, dampak kerusakan gempa terbesar terjadi di Kota Padang dan Kab. Padang Pariaman yang masing-masing memiliki kontribusi terhadap pembentukan PDRB Sumbar sebesar 30,84% dan 7,56% di tahun 2008, maka diperkirakan pertumbuhan ekonomi Sumbar pada akhir tahun 2009 akan terkoreksi 2,00-2,50% dari perkiraan pertumbuhan ketika tidak terjadi gempa.

Melambatnya pertumbuhan ekonomi pada semester I-2009 berdampak negatif terhadap penerimaan pemerintah daerah. Realisasi Pendapatan Asli
Daerah (PAD) hingga akhir semester I-2009 juga mengalami penurunan khususnya pada kelompok Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Lainlain
PAD yang Sah. Pada tahun lalu, realisasi pajak daerah mencapai Rp 663
milyar sedangkan hingga pertengahan tahun 2009 realisasi pajak daerah baru mencapai Rp 299 juta.

Pada triwulan ini, stimulus fiskal pemerintah baik pemerintah pusat maupun daerah belum optimal. Pada pertengahan Oktober 2009, belanja pemerintah pusat melalui KPPN Padang baru direalisasikan sebesar 57,7% dengan penyumbang terbesar pada kelompok belanja pegawai (86,35%), belanja lain-lain (62,95%), dan belanja bantuan sosial (51,98%). Belanja modal dan belanja barang yang diharapkan bisa mendorong pertumbuhan ekonomi hanya terealisasi dibawah 50%.

Situasi yang sama juga terjadi pada pemerintah daerah baik pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota. Pola simpanan pemerintah daerah pada tahun ini masih sama dengan tahun-tahun sebelumnya dimana realisasi belanja terkonsentrasi justru pada triwulan IV. Bahkan pada triwulan I-2009, posisi simpanan pemerintah daerah berada lebih tinggi dibandingkan periode yang sama selama 3 tahun terakhir. Lebih lanjut, pola realisasi belanja yang menumpuk pada akhir tahun anggaran juga terjadi merata pada seluruh pemerintahan kabupaten/kota. Hal ini mengindikasikan bahwa keterlambatan realisasi APBD belum ditangani secara optimal.

Ketepatan pengesahan APBD yang sudah berhasil dilakukan pada tahun ini perlu ditindaklanjuti dengan perbaikan pada proses pelaksanaan anggaran. Untuk mendorong SKPD agar mempercepat realisasi anggaran, sistem reward and punishment dapat digunakan dengan menjadikan kecepatan realisasi anggaran sebagai indikator kinerja.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya